Jailolo, terasmalut.id — Bahasa daerah adalah bahasa yang dituturkan secara turun-temurun di suatu wilayah. Revitalisasi bahasa daerah merupakan salah satu langkah penting dalam upaya perlindungan bahasa dan sastra.
Upaya perlindungan bahasa dan sastra meliputi pemetaan bahasa, kajian vitalitas bahasa, konservasi, revitalisasi, serta registrasi.
Untuk melestarikan bahasa suku sahu masuk dalam revitalisasi bahasa daerah, Balai Bahasa Provinsi Maluku Utara melakukan diskusi terpumpun bersama Ketua Dewan adat suku sahu dengan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di ruang kerja Waka I DPRD Halmahera Barat. Rabu 12 September 2023.
Staf Balai Bahasa Provinsi Maluku Utara, Anjas kepada wartawan menyatakan, revitalisasi bahasa daerah merupakan salah satu program prioritas dari kementerian pendidikan, kebudayaan riset dan teknologi yang tugasnya diserahkan kepada badan pengembangan dan perlindungan bahasa.
Menurutnya, Revitalisasi bahasa ini dilaksanakan setelah ada peluncuran merdeka belajar episode 17 tentang revitalisasi bahasa daerah untuk di provinsi maluku utara pada tahun 2022 untuk dilaksanakan arrival validasi 4 daerah.
“Tahun kemarin, kantor bahasa sudah merevitalisasi bahasa daerah di empat kabupaten di maluku utara yaitu bahasa ternate di kota ternate, bahasa makean di halmahera selatan, bahasa tobelo di halmahera utara dan bahasa sula di kabupaten kepulauan sula,”katanya.
Meski begitu, dia menyebut bahasa sahu di Halmahera barat juga masuk sebagai tambahan revitalisasi bahasa pada tahun ini. Sebab menurutnya bahasa sahu terpilih setelah dipetakan oleh Badan Bahasa kemudian dimasukkan ke dalam 19 bahasa.
“Jadi tahapan revitalisasi pertama rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan, selanjutnya dilakukan diskusi kelompok untuk menyamakan output pengeluaran yaitu berupa silabus untuk dibawah ke pelatihan pengajar utama,”ujarnya.
Selain itu, Ia menyebut selanjutnya penyusunan RPP dan bahan ajar setelah pelatihan guru yang sudah dilatih dikembalikan ke sekolah untuk menyebarkan kepada guru sejawat.
“Untuk desa dan komunitas nanti ada sosialisasi dan pelatihan serta pembelajaran model keluarga kemudian dilakukan pemantauan tim badan bahasa untuk dilaksanakan festival tunas bahasa yang dilaksanakan di tingkat kabupaten yang akan diberikan tanggung jawab sepenuhnya ke pemerintah daerah setempat, selanjutnya akan diadakan hingga tingkat provinsi bahkan tingkat nasional,”bebernya.
Sementara Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Halbar, Fientje Fan Sidete menyampaikan sejak bulan maret Pihaknya sangat mendukung bahasa sahu masuk dalam revitalisasi bahasa daerah.
“Sejak dikeluarkan program ini, kami sangat mendukung dengan cara kami mengirim beberapa guru yang menjadi guru bahasa sahu dan mereka sudah kerja sudah mengajar dan hari ini sudah ada di sekolah-sekolah yang bernuansa sahu,”
Bahkan, Fintje menyebut sudah di programkan dalam muatan lokal di setiap hari kamis untuk menggunakan bahasa sahu dan baju adat yaitu di SD Negeri 17 dan SD Negeri 30.
“Kemudian untuk persiapan SD di Hamente tinggal kita kolaborasikan dengan kepala suku dan dewan adat di desa untuk mempersiapkan lomba, saat ini kita masih mencari formula karena anggaran khusus untuk lomba anggarannya belum ada,”akunya.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan adat suku sahu, Robinson Missy, mengapresias Balai Bahasa provinsi maluku utara yang sudah mencanangkan program yang dinilai memiliki persesuaian dengan kebutuhan riil di suku sahu.
“Kami sangat berterimakasih dan akan dipergunakan semaksimal mungkin dalam rangka penguatan bahasa sahu, agar dapat diseleksi secara baik terhadap anak-anak yang akan diikutsertakan dalam perlombaan hingga masuk pada selebrasi tingkat provinsi itu adalah yang betul-betul terukur,”ujarnya.
Wakil ketua I DPRD Halbar ini menambahkan, Pilihan tujuh suku yang ada di halmahera barat ini adalah sebuah penghormatan sekaligus tantangan bagi dewan adat untuk memperkuat revitalisasi bahasa daerah.
“Dengan adanya pertemuan ini, di tanggal 20 nanti akan diadakan ritual penyerahan tongkat suku ke camat sahu timur di desa loce nanti yang akan diumumkan melalui dewan adat,”ucap Robinson.
Bahkan sambung dia, Sejak tahun 2020 hingga 2023, sudah sebanyak 9 warisan yang ditetapkan budaya tak benda milik suku Sahu Jio Talai Padusua yakni, Sasadu, Legu Salai, Uci Orom Sasadu, Moloara Sahu, Talai Padisua (Pakaian Adat), Koboro Saya, Hukum Dolasiwor, Musik Wela-wela, dan Nasi Cala.
Sehingga Ia berharap, Pemerintah daerah dapat mensuplai formula berupa anggaran untuk perlombaan di tingkat kabupaten yang akan dilaksanakan pada bulan depan.
“Jadi tahapan perlombaan akan dimulai dari tingkat kabupaten hingga ke provinsi kemudian di tingkat pusat, oleh karena itu kami berharap dapat didukung melalui anggaran oleh pemkab halbar sehingga program pelestarian bahasa suku Sahu masuk dalam revitalisasi bahasa daerah bisa terakomodir sesuai skema yang sudah diatur,”tandas Ketua Dewan Adat Suku Sahu.*(Ghez).