terasmalut — Penyaluran minyak tanah bersubsidi di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) Provinsi Maluku Utara, selama Mei 2025 mencapai total 418 ton. Jumlah ini merupakan bagian dari kuota bulanan sebesar 525 ton yang masuk ke wilayah tersebut. Dari total kuota itu, 418 ton didistribusikan oleh PT Melinda, sedangkan sisanya, sebanyak 107 ton, disalurkan oleh agen kedua, PT Bromida.
Penanggung Jawab Distribusi SPOB Melinda Sejahtera, Sudirman saat ditemui terasmalut.id mengaku, Distribusi melalui agen PT Melinda dilakukan dalam dua tahap, yakni 237 ton pada awal Mei dan 181 ton di pertengahan bulan.
“Jumlah yang diangkut melalui armada SPOB Melinda Sejahtera mencakup wilayah Kecamatan Jailolo, Jailolo Selatan, Sahu, dan Sahu Timur menjadi prioritas penyaluran,”ungkap Sudirman.
Namun, sistem dua tahap ini dikhawatirkan menimbulkan kekosongan stok pada jeda distribusi, yang berdampak pada harga dan akses masyarakat terhadap BBM subsidi.
Distribusi Ganda, Namun Tetap Terpusat
Meski terdapat dua agen, dominasi PT Melinda dalam volume distribusi membuat kontrol distribusi nyaris terpusat.
Hal ini berisiko menciptakan ketimpangan kontrol harga dan layanan. Sementara itu, PT Bromida menangani distribusi sebanyak 107 ton melalui Pelabuhan Bataka dan Pelabuhan Kedi, untuk menjangkau wilayah Kecamatan Ibu Selatan, Ibu Tengah, Ibu Utara, Loloda, dan Loloda Tengah—wilayah-wilayah pesisir yang sulit dijangkau dari Pelabuhan Mutui.
Pangkalan Baru dan Prosedur yang Dipertanyakan
Sebanyak 18 pangkalan baru diaktifkan pada Mei dengan total kuota 52.000 liter. Pemerintah melalui Disperindagkop dan UMKM Halbar mengklaim penambahan ini sebagai upaya pemerataan distribusi. Namun publik mempertanyakan proses penunjukan yang dinilai tertutup tanpa transparansi kriteria maupun sistem seleksi.
18 Pangkalan baru diantaranya sebagai berikut :
✓ UD Veronika (Tedeng) – 3000 Liter
✓ Akbar (Marimabati) – 3000 Liter
✓ Cahaya Arumi (Galala) – 3000 Liter
✓ Partagu (Payo) – 3000 Liter
✓ Faqilah Berkah (Bobo) – 3000 Liter
✓ Gamadero (Bobanehena) – 3000 Liter
✓ Pancora Katara Bumi (Bobo Jiko) – 3000 Liter ✓ Atu Naken (Payo Tengah) – 3000 Liter
✓ Koperasi Kartika Banau (Porniti) – 3000 Liter
✓ Tauro Berkah (Tauro) – 3000 Liter
✓ Jeane (Gamtala) – 3000 Liter
✓ UD Delmanson (Dere) – 3000 Liter
✓ Renata (Ngaon) – 3000 Liter
✓ Esa Moi (Domato) – 3000 Liter
✓ Elsadai (Tuguraci) – 3000 Liter
✓ Tongale (Togoreba Tua) – 3000 Liter
✓ Tamo (Tedeng) – 2000 Liter
✓ UD DJ Putra (Bataka) – 3000 Liter
Dugaan Pelanggaran dan Minimnya Pengawasan
Di lapangan, laporan masyarakat menunjukkan adanya praktik penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Dugaan penimbunan juga muncul, namun sulit dibuktikan karena lemahnya sistem pelaporan serta minimnya partisipasi publik dalam pengawasan distribusi.
Pencabutan Sepihak, Pelaku Usaha Dirugikan
Lima pangkalan lama dihentikan secara mendadak tanpa mekanisme teguran resmi. Proses ini dianggap melanggar regulasi BPH Migas yang mengatur pencabutan harus melalui tiga tahapan teguran. Pelaku usaha menyampaikan keluhan terhadap tindakan yang dinilai sewenang-wenang dan merugikan keberlangsungan usaha mereka.
Pernyataan Tegas Bupati Halmahera Barat Merespons polemik tersebut, Bupati Halmahera Barat menegaskan:
“Pencabutan izin pangkalan harus melalui mekanisme teguran tiga tahap. Pencabutan langsung tanpa dasar hukum dapat merugikan pelaku usaha dan melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem distribusi BBM bersubsidi.”
Pernyataan ini memperjelas bahwa kebijakan harus berpijak pada aturan yang adil dan menghindari tindakan sepihak yang merusak tatanan distribusi.
Rekomendasi Evaluatif dan Urgensi Reformasi
Desakan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap sistem distribusi semakin kuat. Evaluasi harus mencakup efektivitas agen, mekanisme penunjukan pangkalan, serta keakuratan dan keadilan alokasi kuota. Pemerintah daerah perlu berkolaborasi dengan instansi terkait agar sistem distribusi lebih transparan, profesional, dan partisipatif.
Kuota Tercapai, Tapi Sistem Masih Rentan
Walau 418 ton dari PT Melinda dan 107 ton dari PT Bromida telah didistribusikan sesuai kuota, keberhasilan ini belum cukup untuk menjamin keadilan energi bagi seluruh masyarakat. Tanpa reformasi menyeluruh—baik dalam pengawasan, transparansi, maupun perlindungan terhadap pelaku usaha lokal—sistem distribusi BBM bersubsidi di Halmahera Barat masih rentan terhadap penyimpangan.